Ajak Pahami Hubungan COVID-19 dan Penyakit Komorbid, CIMSA FK UNS Selenggarakan Webinar

Pelaksanaan webinar dalam rangkaian acara TPS in Action. (LPM Erythro/Okta)

Magelang, Kabar Erythro – Standing Committee on Public Health (SCOPH) CIMSA Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) telah menyelenggarakan Webinar dengan narasumber Antonius Dian Wirawan, dr. Sp.PD melalui zoom meeting pada Jumat (4/9). Menjadi acara puncak dari TPS in Action yang sebelumnya didahului dengan campaign seputar new normal, webinar ini mengangkat tema “Hubungan COVID-19 dengan Komorbiditas yang Diderita Pasien”. Webinar ini dihadiri 93 peserta dari cakupan umum.

Webinar dimulai tepat pukul 15.50 WIB dan dibuka oleh Hanif Ahmad Aulia sebagai MC, kemudian penyampaian materi dan diskusi dipandu oleh Adjie Prakoso Adianto selaku moderator. Webinar dibagi menjadi dua sesi dengan sesi pertama berdurasi tiga puluh menit penjelasan mengenai penyakit COVID-19 dan lima menit tanya jawab. Pada sesi ini, dijelaskan bahwa COVID-19 merupakan virus yang masih ‘berkeluarga’ dengan SARS yang terjadi pada tahun 2002 dan MERS-CoV pada tahun 2012 di daerah Timur Tengah.

COVID-19 dapat menginfeksi tanpa gejala atau dengan gejala ringan seperti batuk, sesak napas, dan pilek dalam rentang waktu 1-14 hari. Virus ini menular melalui droplet udara yang keluar ketika pengidap batuk dan dapat menempel di lingkungan sekitar pengidap. Ketika orang lain berada di sekitar pengidap dan terkena dropletnya, virus akan masuk ke saluran pernapasan dan ‘paku’ nya akan berikatan dengan protein ACE-2 yang terdapat pada sel paru-paru manusia. Setelah berikatan, virus akan mengambil alih sel tubuh dan memproduksi virus- virus baru dan menghancurkan sel inang, menyebarkan virus baru ke sel yang lain. Jika imunitas orang yang terpapar COVID-19 lemah maka dapat menyebabkan radang paru-paru bahkan dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah.

Indonesia sendiri memiliki penderita COVID-19 sebesar 170.000 kasus dengan kasus global sebanyak 14 juta kasus yang dihitung bulan Agustus lalu. Regio yang paling banyak adalah Amerika, Eropa, Asia Tenggara, Mediterania dan Afrika. Pada negara berkembang, diduga tingginya angka persebaran dan penderita COVID-19 karena rendahnya angka tes uji diagnosis untuk masyarakat. Oleh karena itu, seluruh negara berlomba-lomba untuk menemukan vaksin COVID-19 ini salah satunya Indonesia. Vaksin “Merah Putih” dari Bio Farma & Sinovac telah mencapai uji klinis ke-3 dalam uji vaksin. Selain itu juga ada vaksin dari Kalbe Farma & Genexine yang telah mencapai uji klinis tahap dua dalam uji vaksin.

World Health Organization (WHO) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sampai saat ini belum menemukan atau merekomendasikan obat untuk penyakit COVID-19 ini. Namun, saat ini selama keberlangsungan pengobatan dipakai Remdesivir, Lopinavir, dan Ritonavir yang berperan sebagai antivirus.

Lalu, apa hubungannya dengan penyakit komorbid? Komorbid adalah penyakit yang menyertai dan dapat memperberat keberjalanan kondisi lain. Penyakit komorbid antara lain adalah hipertensi, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskuler, penyakit liver, kanker, dan sebagainya. Poin utamanya adalah mempengaruhi keparahan, angka kesembuhan, prognosis, dan mortalitas.  Pada kasus COVID-19 dengan komorbid yang menyertai menunjukkan perbandingan yang linear antara lama waktu isolasi atau kesembuhan yang lebih lama dibanding pasien tanpa komorbid. Selain itu, pasien COVID-19 dengan komorbid mayoritas mengalami perburukan dan meninggal.

Setelah materi dan tanya jawab, peserta diminta untuk melakukan post test. Acara pun ditutup dengan penyerahan sertifikat dan foto bersama. (OKTA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *