Final Kejuaraan Bulu Tangkis antar fakultas (ANFAK) di GOR UNS telah dilaksanakan pada Kamis(05/06). Pertandingan yang memperebutkan Piala Bergilir ini dilaksanakan selama empat hari berturut-turut yaitu 2 sampai 5 April 2018. Sesuai dengan namanya, kegiatan ini merupakan ajang yang mempertemukan seluruh fakultas untuk beradu kekuatan dan keahlian dalam memainkan olahraga bulu tangkis. Continue reading
Oleh Hera Pangastuti, K3 2016
Pada hari Kamis yang manis, seperti biasa aku kuliah sebagaimana mestinya. Hari itu, kelas selesai pukul 2 siang. Karena hujan dan aku kelaparan, akhirnya aku mengajak teman-teman untuk makan di kantin. Hingga malam tiba, tersadar motorku masih terparkir di Gedung F FK UNS. Ditemani salah satu temanku, aku mengambil motor pada pukul 18.45. Betapa kagetnya aku ketika helmku hilang, tinggallah motorku sendirian. Karena dalam kondisi bingung, aku memilih pulang ke kos. Aku bercerita tentang kehilanganku pada salah satu sohibku.
Aku: “Anjir helmku ilang.”
“Astagfirullah, tenanan?” Sahabatku, Choi menanggapi.
Aku: “Genah, saiki aku ra nganggo helm. Biasane piye?”
Bener, sekarang aku nggak pake helm. Biasanya gimana?
Choi: “Kok iso sih? Tapi emang udah sering, dan banyak yang kehilangan juga.”
Aku: “Aku yo nggak tau, aku ambil motor udah nggak ada. Mana aku besok harus pulang Klaten. Mosok aku pulang motoran, sirahku gundulan?”
Choi: “Ya pinjam.”
Aku: “Terus kesehariannya, aku nggak pake?”
Choi: “Ya nggak usah. Kan kosmu deket.”
Aku: “Apakah aku masih pantas menyebut diriku mahasiswa K3 yang tiap hari ngomong risiko, kecelakaan, keselamatan, opolah kui, kalau aku sendiri naik motor nggak helm-an?”
Choi: “Jangan terlalu idealis, nanti gila.”
Aku: “Oke. Kalau gitu tak balik. Apakah aku masih pantas mengaku Islam, kalau aku nggak sholat 5 waktu? Apa aku nggak malu sama Tuhan? Helm itu aturan, kewajiban untuk keselamatan, sholat itu aturan, kewajiban untuk umat.”
Choi menjawab dengan keheningan.
Aku: “Kalau manusia sekarang punya tanggung jawab moral dan menerapkan segala keilmuan yang dia dapat dalam kehidupan. Aku rasa mereka nggak akan membenturkan diri mereka pada peraturan. Apalagi menerobosnya secara urakan. Sekarang aku tanya, kamu punya tanggung jawab moral nggak sebagai seorang warga negara terhadap peraturan di negara ini? Oke itu klise. Sekarang kamu punya tanggung jawab moral nggak sama Tuhan, atas otakmu, kepalamu, kedua mata, hidung, pipi, mulut, gigi, dagu, telinga, bahkan kulit wajahmu yang Tuhan berikan lebih dari yang lain?”
Choi hanya bisa terdiam.
Barangkali sedang memikirkan anekdot idealisme yang tergerus arus kekinian sehingga sering kali diremehkan banyak insan.
Sukoharjo – Selasa (06/03) siang telah berlangsung aksi mahasiswa yang diselenggarakan di Bunderan Kartasura oleh Aliansi Mahasiswa Solo Raya. Aksi ini merupakan bentuk dari protes atas PT. Rayon Utama Makmur (RUM) yang tak kunjung menghentikan kegiatan operasionalnya. Aksi ini tidak hanya dihadiri oleh para mahasiswa, ada juga beberapa masyarakat Sukoharjo yang bertempat tinggal tidak jauh dari PT. RUM, lalu beberapa perwakilan dari aktivis 98 pun ikut menghadiri aksi tersebut. Aksi ini di latar belakangi oleh tertangkapnya satu mahasiswa aktivis UMS dan dua orang warga Sukoharjo pada tanggal 4 Maret 2018 Pukul 23.15 WIB oleh 10 orang yang mengaku dari Polda Jawa Tengah. Hal ini merupakan bentuk kriminalisasi yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Pasalnya bentuk kriminalisasi ini bermula dari aksi blokade warga akibat pencemaran udara yang dikeluarkan PT. RUM di Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Kegiatan aksi mahasiswa ini dimulai dengan berkumpulnya massa pada pukul 13.16 WIB di Bunderan Kartasura. Mereka membuka acara dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, yang kemudian dilanjutkan dengan orasi-orasi yang menuntut pemerintah untuk segera menutup PT. RUM. Presiden BEM UNS 2018, Gilang Ridho Ananda juga turut serta dalam berorasi di aksi ini.
Presiden BEM UNS ketika sedang memberikan orasi
“Seharusnya sudah sejak lama warga di sekitar PT. RUM bisa merasakan udara yang bersih. Karena kecacatan hukum yang terjadi di PT tersebut sampai saat ini mereka belum juga bisa menghirup udara yang segar,” ujar Gilang ketika melakukan orasi.
Ketika di konfirmasi lebih lanjut, Gilang menjelaskan bahwa terdapat kecacatan dalam AMDAL yang dilakukan oleh PT. RUM pada tahun 2012. Perizinan yang dilakukan oleh PT. RUM semula untuk garmen, tetapi kenyataannya PT tersebut memproduksi serat sintetis yang dalam produksinya dapat menghasilkan zat berbahaya bagi tubuh, yaitu H2S. Gilang menambahkan, ketika diberi tahu kan hal tersebut kepada Bupati dan DPRD, tidak ada tanggapan dari kedua lembaga tersebut. Rakyat pun mulai melakukan aksi demokrasi berulang-ulang tertanggal 26 Oktober dan 30 November 2017 di depan PT. RUM, 19 Januari 2018 di depan gedung DPRD Kabupaten Sukoharjo, serta 22 Februari 2018 di depan gedung Pemkab Sukoharjo. Dari aksi demokrasi tersebut, Bupati Sukoharjo berjanji akan menutup sementara PT. RUM sesuai dengan Surat Pernyataan Presiden Direktur Perusahaan yang di tanda tangani oleh Muspida Sukoharjo.
Namun pada kenyataannya PT. RUM belum juga menutup pabriknya. Hal ini membuat rakyat melakukan penolakan pada tanggal 23 Februari 2018 berupa memblokade kembali pintu masuk pabrik yang mengakibatkan rakyat melampiaskan kekecewaannya dengan cara membakar ban, merusak pagar, dan merusak pos satpam sampai Bupati Sukoharjo benar-benar mencabut dan membekukan izin lingkungan hidup.
Untuk itu, pada aksi hari ini Aliansi Mahasiswa Solo Raya memutuskan untuk kembali turun ke jalan sebagai aksi solidaritas atas tertangkapnya tiga aktivis yang diduga melakukan tindak pidana dengan sengaja membakar, menjadikan letusan atau mengakibatkan kebanjiran yang mendatangkan bahaya umum serta memberikan tuntutan kepada pemerintah terkait kasus PT. RUM diantaranya: (1) Hentikan kriminalisasi rakyat menolak PT. RUM; (2) Bebaskan pejuang lingkungan hidup yang saat ini berada di Polda Jawa tengah; (3) Usut tuntas kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PT. RUM; (4) Cabut dan bekukan izin lingkungan hidup PT. RUM. Berbeda dengan aksi sebelumnya, pada aksi hari Selasa (06/03) kemarin massa mengadakan Salat Ashar bersama-sama di jalan Bunderan Kartasura. (BELLA/ELFANI/FIRDAUS)
SOLO – Wilujeng Party Solo Medical Cup 2018 digelar pada Kamis (8/2) pukul 18.00 sampai 21.00 WIB. Acara yang diadakan di Balai Kelurahan Manahan ini merupakan penyambutan peserta main event Solo Medical Cup (SMC) 2018 yang akan mengikuti lomba basket yang dimulai tanggal 10 Februari di GOR UNS dan lomba futsal yang dimulai tanggal 12 Februari di GOR Manahan.
Acara dibuka dengan Tari Gambyong oleh UKM BKKT (Unit Kegiatan Mahasiswa Badan Koordinasi Kesenian Tradisional) UNS dilanjutkan dengan sambutan oleh Dr. techn. Ir. Sholihin As’ad (Ketua dies natalis UNS ke-42), Paramasari Dirgahayu dr., Ph.D. (Wakil Dekan III FK UNS), Joni Hari Sumantri (Kepala Dispora Solo), Yogatama Wirawan (Presiden BEM FK UNS), dan Cacuk Awang (Ketua SMC 2018). Pemukulan gong sebagai simbol pembukaan rangkaian main event dari SMC 2018 dilakukan oleh Dr. techn. Ir. Sholihin As’ad. Kemudian acara dilanjutkan dengan pemutaran video teaser SMC 2018 dan diakhiri dengan jamuan makan yang disertai dengan alunan musik akustik oleh panitia SMC 2018.
Menurut Arya, salah satu peserta lomba basket dari Universitas Lambung Mangkurat, tempat berlangsungnya acara lebih kecil dari tahun kemarin, tetapi tetap tidak menghambat keseruan dari acara itu sendiri. “Semoga lebih sportif saja dan semoga lebih baik,” harapnya untuk acara SMC ke depannya.
Selain itu, salah satu penanggung jawab acara, Maula, mengatakan acaranya cukup meriah dan sudah melebihi ekspektasi. Ia sendiri tidak menyangka peserta yang datang Wilujeng Party akan sebanyak itu mengingat jeda waktu antara Wilujeng Party dan main event yang relatif jauh, terutama futsal. Ia juga mengeluhkan cuaca yang menghambat panitia karena menyulitkan loading barang. “Tapi, ya, alhamdulillah, acaranya lancar dan jalannya sudah sesuai waktu,” ungkapnya. (RAFI/TYO)
Minggu (4/2/2018), di area Car Free Day, Jl. Slamet Riyadi, Solo, berlangsung Baksos SMC (Solo Medical Cup) 2018. Acara tersebut meliputi konsultasi dokter spesialis, cek gula darah, cek fungsi paru, talkshow tentang bahaya merokok, dan long march sambil memunguti sampah sebagai bentuk peduli lingkungan. Masyarakat menyambut acara ini dengan antusias sehingga pengunjung mencapai ribuan.
Selain menyemarakkan Dies Natalis UNS ke-42, acara ini bertujuan untuk branding main event SMC 2018, yaitu lomba futsal dan basket. Sasarannya adalah masyarakat khususnya generasi muda di usia produktif supaya dapat memanfaatkan waktu untuk kegiatan seperti perlombaan tersebut, alih-alih merokok yang mengganggu kesehatan baik perokok maupun orang sekitarnya.
“Sangat membantu dan bermanfaat. Saya dapat konsultasi langsung dengan dokter spesialis kulit di CFD. Masyarakat bisa semakin peduli dan paham kalau beberapa penyakit bisa dicegah,” ungkap Indah, salah satu pengunjung stand konsultasi dokter spesialis.
Dari sekian banyak pasien yang datang berkonsultasi paling banyak mengeluhkan sakit di sekitar lambung, “pasien tidak melakukan pola makan teratur, kesadaran memelihara kesehatan kurang, kurang edukasi ttg penggunaan obat dan penyakitnya. Kebanyakan pasien kronis. Kesulitan memenuhi kebutuhan, kurang paham.” Ujar dr. Nisa spesialis penyakit dalam.
Acara yang telah dipersiapkan sejak Desember 2017 ini berkolaborasi dengan Rumah Sakit UNS, RSUD Moewardi, dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Menurut dokter Nisa spesialis penyakit dalam, tema bahaya merokok dan kesehatan paru-paru adalah pilihan yang tepat. Melalui penggunaan spirometer oleh dokter spesialis paru, masyarakat yang mengharapkan pengobatan lengkap bisa tahu pelayanan dari Rumah Sakit UNS dan RSUD Moewardi. Dokter Nisa juga menambahkan, melalui baksos ini, mahasiswa diharapkan lebih peka terhadap kondisi masyarakat dan meningkatkan promosi serta edukasi kesehatan.
National Leadership Summit (NLS) merupakan salah satu rangkaian acara tahunan dari tiga meeting nasional yang diselenggarakan oleh Center of Indonesia Medical Student Association (CIMSA) Nasional.
Pada tahun ini CIMSA Universitas Sebelas Maret menjadi tuan rumah NLS 2018 yang dilaksanakan pada tanggal 1-4 Februari 2018 di Azhima Resort an Convention dengan tema yang dirancang oleh pengurus CIMSA Nasional yakni “Menerapkan CIMSA Statistical System“. Dari tema tersebut CIMSA mempunyai tujuan menjadi organisasi yang berbasis data.
Acara ini diikuti oleh 350 delegasi dari 23 universitas yang terdapat CIMSA atau disebut Lokal CIMSA.
Pelaksanaan NLS ini mengikuti ToR (Terms of Reference) dari CIMSA Nasional kecuali pada rangkaian acara Welcoming Party dan Farewell Party yang sepenuhnya merupakan kewenangan dari panitia NSL CIMSA UNS. Konsep yang digunakan dalam acara Welcoming Party yakni memperkenalkan budaya jawa kepada seluruh delegasi dengan menunjukkan keramahan Liaison Officer dan berbagai pertunjukan tarian jawa. (Haidar/Rasyid)
Solo – Sabtu (27/01) pukul 19.00 WIB berlangsung acara diskusi novel Laut Bercerita dan pemutaran film pendek dengan judul yang sama di Bentara Budaya Balai Soedjatmoko. Acara tersebut dimulai dengan pemutaran film Laut Bercerita berdurasi sekitar 30 menit, kemudian dilanjutkan tanya jawab seputar novel dan film bersama Leila S. Chudori dan Mohamad Fauzi.
Acara diskusi ini disambut antusias oleh masyarakat Solo sehingga Balai Soedjatmoko tidak dapat menampung seluruh orang yang datang. Banyak peserta yang berdiri di luar serta sesekali berdesakan untuk melongok ke dalam ruangan yang penuh dengan peserta diskusi yang duduk lesehan.
Novel Laut Bercerita mengisahkan tentang mahasiswa-mahasiswa aktivis era 1990-an yang membangun gerakan perlawanan untuk melawan rezim Orde Baru yang represif. Tidak heran jika peserta acara diskusi ini didominasi kalangan mahasiswa.
Laut Bercerita bukan novel pertama Leila S. Chudori, sebelumnya beliau telah menulis novel 9 dari Nadira (2009) dan Pulang (2012). “Karena penulis novel biasanya cenderung menuliskan wataknya pada tokoh-tokoh yang ada di novel tersebut dan hal itu memungkinkan adanya persamaan watak pada karya-karya satu orang penulis.” Ungkap Leila. (Haidar/Regina)
Oleh Muhammad Yogatama Wirawan (Kedokteran 2015)
Baru-baru ini saya tersadar bahwa ternyata kita tidak sedang baik-baik saja. Dibalik segala kemudahan yang tersedia, ada ironi yang terjadi di kalangan mahasiswa. 2 tahun saya menjadi mahasiswa tidak pernah sekalipun saya benar-benar hikmat mengikuti prosesi kegiatan laporan kinerja organisasi mahasiswa, baik internal maupun eksternal. Bahkan di lingkup organisasi nasional pun saya tetap berperilaku sama, belum juga tersadarkan. Hingga akhirnya ada seorang senior yang bicara begini; ” Mana kalian yang dulu? Yang ketika calon purna jabatan akan membacakan laporan pertanggungjawaban, mereka berkeringat dingin karena takut kalian bantai. Sekarang hal semacam itu sudah mulai hilang. Tidak ada lagi semangat membara dalam mengkaji, tidak ada lagi ganasnya kalian meminta penjelasan. Yang ada hanya iya-iya saja padahal banyak yang bisa dipertanyakan.”
Kejadian di atas pasti kerap kita alami, terutama mahasiswa hampir tua yang sudah banyak melihat pergantian pemangku jabatan politik kampus. Ya, begitulah adanya. Jika untuk isu yang sangat dekat dengan mahasiswa seperti kebijakan kampus saja kita tidak peduli, bagaimana dengan nasib bangsa Indonesia?
Menurut Chance (1986) mengatakan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis fakta, mencetuskan dan menata gagasan, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, menarik kesimpulan, mengevaluasi argumen dan memecahkan masalah. Ternyata, mahasiswa sudah tidak lagi kritis, atau bahasa awamnya mulai muncul benih-benih apatis. Kita tidak lagi tergerak untuk menelaah dan mengkaji tentang apa-apa yang terjadi di sekitar kita. Kita lebih tertarik dengan hal-hal yang menyenangkan. Seperti menaikkan angka follower sosial media atau push rank game online.
Aksi demonstrasi mahasiswa yang kerap dilakukan mahasiswa pun terkesan belum maksimal membawa perubahan. Meskipun sangat perlu kita apresiasi, karena orang-orang tersebut adalah mahasiswa yang masih mau berpanas-panas membela rakyat Indonesia. Namun, cukup disayangkan ketika aksi hanya menjadi tradisi tanpa ada hal yang benar-benar mendasari. Lebih sering berujung anarki tanpa berakhir dengan solusi. Memaksakan diri padahal belum dengan seksama dikritisi. Semoga aksi-aksi selanjutnya bisa lebih aspiratif dan membawa kebaikan.
Tidak dapat dipungkiri sistem yang ada membuat kita terbuai dan makin jauh dengan masyarakat. Kita masih terbuai keromantisan perjuangan. Mengelu-elukan prestasi mahasiswa masa silam yang lekat dengan titel agen perubahan. Saya takut kita sedang mengidap waham. Waham, karena setiap hari kita merasa bagian dari pembuat perubahan, penyambung lidah rakyat, dan pembela kebenaran. Padahal, sudahkah kita peduli dengan keadaan di sekitar kita? Sudah sedekat apa kita dengan masyarakat? Perubahan apa yang telah kau upayakan? Siapa tahu itu hanya khayalan kita belaka.
Salah satu contohnya, isu LGBT yang sedang beredar akhir-akhir ini seakan-akan luput dari radar informasi mahasiswa. Sangat miris jika ilmu yang kita pelajari seakan tidak ada koneksi dengan masalah di dunia nyata. Mana suara mahasiswa ber-IP tinggi yang mungkin sudah khatam buku-buku terkait kesehatan jiwa atau gangguan seksual. Kalau bukan kita yang punya akses ilmu lebih yang memberi pencerahan pada bangsa ini, mau siapa lagi?. Berharap pada pemerintah saja tidak cukup. Kemenkes masih bergelut dengan wabah difteri yang muncul kembali setelah gempuran gerakan anti vaksin. Ngomong-ngomong tentang gerakan anti vaksin yang mungkin menjadi biang keladi wabah difteri yang sedang terjadi. Saya pernah berpikir, mungkin ini terjadi karena dunia dipenuhi dengan berita hoaks dan berita salah tanpa ada yang mengklarifikasi. Bisa jadi sikap tidak peduli kita yang menyebabkan masyarakat yang kebingungan jadi salah menelan informasi. Mungkin jika saat yang lalu seluruh mahasiswa bikin pencerdasan massal dan bikin gerakan yang melawan kelompok anti vaksin, kejadian luar biasa ini tidak akan terjadi. Mungkin…
Sekarang kita sangatlah eksis, jauh dibanding pejuang-pejuang kita di masa dulu. Sekarang curahan hati tentang mantan saja sudah ribuan yang melihat dan di-like. Entah like itu maksudnya memberi dukungan moril, atau suka kalau orang tersebut jomblo. Bandingkan dengan pejuang dahulu yang membagikan tulisan tentang rasa galau akan masa depan bangsa hanya didengar segelintir teman nongkrong. Hal-hal seperti cinta, barang elektronik baru, atau lagu baru lebih disukai dan lebih aman untuk kita suarakan. Membuat kita lebih eksis daripada kritis membahas isu-isu yang bermakna.
Nah sekarang, apakah eksis saja sudah cukup? Padahal sekali kita share status, akan ada ribuan bahkan jutaan yang membaca. Ternyata eksisnya kita itu tidak serta merta menjadikan kita agen perubahan. Ternyata mahasiswa ‘zaman old’ yang malah lebih sukses membawa perubahan, padahal komunikasi antar pergerakan saja masih harus surat-suratan. Demonstrasi besar-besaran dulu tidak mungkin dishare via grup WA ataupun Line. Pasti butuh effort yang sangat ekstra agar semua orang tahu tentang apa yang mereka suarakan.
Di sini penulis mengajak mahasiswa yang sudah eksis ataupun belum untuk belajar menjadi lebih kritis. Karena dengan menjadi kritis, eksistensi kita akan membawa kebaikan yang lebih masif. Dunia maya butuh kita. Mari kita pertajam kepekaan dan sikap kritis kita terhadap keadaan di sekitar. Lalu kita sebarkan ilmu kita, agar menjadi penerang di kegelapan. Seperti filosofi gelas, tidak ada gelas yang benar-benar kosong. Jika tidak diisi air maka ia akan terisi dengan udara. Begitu pula dunia maya, jika tidak kita isi dengan berita baik, maka sudah pasti akan terisi dengan keburukan-keburukan. Ayo, eksis plus kritis biar tidak apatis apalagi anarkis.
“Buka mata, lalu lihatlah dunia. Sadarlah bumi masih butuh kita… Buka hati, lalu perbaiki diri, karena ujian dari-Nya berawal dari sini.
Solo – Kamis (18/01/2018) telah berlangsung acara Solo Culture Festival sebagai rangkaian acara Solo Medical Cup 2018. Acara yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret ini dilaksanakan di Atrium Solo Grand Mall dan merupakan kelanjutan acara pada Rabu (17/01/2018). Solo Culture Festival dimulai dari pukul 1 siang hingga 9 malam.
Hari kedua Solo Culture Festival berlangsung cukup meriah dengan adanya food fest. Selain itu, terdapat banyak acara menarik lain seperti make up tutorial, pertunjukan akustik, talkshow SMC, tari tradisional, fashion show Solo Batik Carnival, DJ beatbox, serta flashmob. Tujuan utama dari acara ini sendiri adalah untuk mempromosikan Solo Medical Cup 2018.
Nuansa kebudayaan terasa semakin kental di hari kedua ini. Hal ini terlihat dari seragam panitia yang mengenakan batik, food fest yang menjajakan makanan dari berbagai daerah, serta beberapa acara seperti tari tradisional dan fashion show. “Kalau hari pertama kemarin kan cuma lomba akustik dan lomba makan. Hari ini kita lebih menonjolkan ke tema, yaitu ‘Brings the Culture Back’. ” jelas Arinta selaku panitia.
Banyak tanggapan positif dari masyarakat yang hadir, terutama karena adanya food fest yang memungkinkan masyarakat menyaksikan acara sembari menikmati jajanan. “Kebetulan lewat tadi, terus mampir. Bagus kok acaranya, bisa ngicipin makanan dari mana-mana juga,” ungkap seorang ibu yang mengaku berasal dari Sragen.
Selain itu, para pengisi acara pun mengaku senang dengan keberlangsungan acara ini. “Senang bisa ikut berpartisipasi memeriahkan acara ini, sekalian bantu-bantu publikasi Solo Medical Cup. Harapannya semoga jadi banyak yang datang dan daftar lomba di Solo Medical Cup,” ujar Ivanaldo, salah satu mahasiswa FK yang menampilkan akustik. (Daini/Laras)
Solo – Rabu (17/01/2018) telah diadakan acara Solo Culture Festival yang merupakan salah satu rangkaian agenda Solo Medical Cup 2018 yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran UNS. Acara yang bertempat di Solo Grand Mall ini diselenggarakan dari pukul 10 pagi hingga 9 malam.
‘’Solo Culture Festival merupakan ajang untuk mempromosikan Solo Medical Cup 2018 itu sendiri. Acara ini mengangkat tema kebudayaan Solo. Persiapan acaranya pun lumayan cepat dan matang. Acaranya ada festival makanan, lomba makan seblak, lomba akustik, make up tutorial, talkshow SMC, dan terakhir ada DJ dan beatbox. Harapannya semoga tahun depan bisa diadakan lagi dan lebih matang lagi! ‘’ jelas Golda, sebagai penanggung jawab acara Solo Culture Festival ini. ‘’Selain itu, acara ini juga digunakan untuk menambah modal untuk Solo Medical Cup 2018 itu sendiri, ‘’ tambah Cacuk selaku presidium Solo Medical Cup 2018.
Serangkaian acara di hari pertama Solo Culture Festival berjalan dengan lancar. Banyak tanggapan dan kesan yang baik dari para pengunjung. ‘’Acaranya seru, menarik. Sering-sering diadakan, ya, Kak! ‘’ kata Roma, salah satu pengunjung.
Lomba makan seblak serta lomba akustik yang digelar pun banyak diminati. ‘’Saya tahu lomba makan seblak dari social media. Ternyata seblak nya pedas banget dan masih panas, mantap! Keberjalanan acara sudah baik. Harapan saya untuk acara ini semoga tahun depan bisa terlaksana lebih baik agar pengunjung juga semakin puas, ‘’ ujar Rayhan, salah satu peserta lomba makan seblak.
Rangkaian Solo Culture Festival yang berjalan 2 hari masih berjalan sampai berita ini diturunkan. Yuk merapat ke Solo Grand Mall dan ramaikan Solo Culture Festival hari ini!(Aisha/Farah)