Kronologi
Siapa yang tidak mengetahui perhelatan Oscar? Tentu kita sudah tidak asing lagi. Piala Oscar merupakan perhelatan penghargaan film Amerika Serikat untuk menghargai karya industri film. Namun, perhelatan Oscar kali ini cukup menarik perhatian masyarakat dimana terdapat tragedi ditamparnya komedian Amerika Serikat, Chris Rock oleh aktor professional, Will Smith.
Kejadian ini bermula saat Rock membuat lelucon mengenai istri Smith, Jada Pinkett Smith yang diketahui gundul, dibandingkan dengan aktris Demi Moore yang rela memangkas rambutnya saat berperan di film G.I Jane. Rock berkata bahwa Jada disarankan untuk bermain di sekuel film G.I Jane. Jada sendiri memangkas habis rambutnya dikarenakan penyakit Alopecia, yaitu suatu penyakit autoimun yang menyebabkan kerontokan parah pada rambut. Alopecia areata adalah kebotakan atau kerontokan rambut yang disebabkan oleh penyakit autoimun. Pada alopecia areata, sistem imun menyerang dan merusak folikel rambut, sehingga menyebabkan kerontokan dan kebotakan (Alodokter, 2020). Jada juga sempat mengunggah video di instagram pribadinya mengenai penyakit yang dideritanya tersebut.
Smith yang awalnya tersenyum mendengar lelucon Rock, beberapa saat kemudian berjalan menuju panggung dan menampar sang komedian sekaligus pembawa acara Oscar malam itu. Setelah kembali lagi ke tempat duduknya, Smith memperingatkan Rock agar tidak menyebutkan nama istrinya lagi.
Riffing
Istilah diatas tentu sudah tidak asing lagi dalam dunia stand-up cpmedy. Namun sayangnya, yang terjadi pada Chris Rock adalah kegagalan riffing. Riffing atau crowd work adalah kondisi dimana seorang komedian atau comic mengajak penonton berdialog untuk memancing kalimat atau kata yang langsung bisa dijadikan joke dan memancing tawa penonton lain. Riffing biasanya terjadi insidental tanpa ada kesepakatan sebelumnya. Disini Rock melakukan riffing terhadap Smith mengenai istrinya, Jada. sayang seribu sayang, riffing yang dilakukan Rock gagal dan justru menjadi senjata makan tuan. Selain mendapat tawa penonton, Rock juga mendapat “bonus” tamparan dari Smith.
Kekerasan dan Pendapat Ahli Psikologi
Dilansir dari kompas.com (07/04/2022), seorang Dosen Psikologi Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, Alimatul Qibitiyah mengatakan bahwa tidak semua riffing menyinggung penonton, karena pada dasarnya riffing adalah upaya mengajak penonton berkomunikasi. Namun, berbeda cerita saat menggunakan lelucon dengan kondisi tubuhnya, penyakitnya, atau keterbatasannya. “Candaan yang menyangkut tubuh atau sakit seseorang itu tidak etis. Apa pun lah, sesuatu yang merendahkan, karena pada prinsipnya berkomunikasi itu jangan sampai membuat orang lain tidak nyaman,” ujar Alim. Lelucon semacam itu, menurut Alim, justru membuat orang tidak tertawa, hanya membuat orang yang dijadikan materi lelucon merasa direndahkan, ditelanjangi, atau dalam bahasa feminis diobjektifikasi. Secara psikologis, tentu hal ini merugikan orang yang dijadikan objek lelucon (Kompas.com, 2022).
Ahli psikologi David Schwartz, juga turut memberikan pendapatnya mengenai tindakan Smith. Schwartz menilai Smith mencontohkan bahaya bertindak tanpa berpikir dengan kepala dingin. Smith dinilai membiarkan emosi mengendalikan tindakannya yang biasanya konsekuensi dari hal tersebut berbahaya (Liputan 6.com, 2022). Dilansir dari Liputan 6.com (07/04/2022), “Contohnya, apabila Will Smith membawa senjata semalam, akankan ia menggunakannya? Ada ribuan orang di penjara saat ini yang menjalani hukuman keras karena mereka membiarkan emosi mereka mengendalikan mereka dan mengendalikan tindakan mereka,” ujar David Schwartz di situs Psychology Today, dilansir Selasa (29/3/2022). Kemudian Schwartz juga menyarankan agar bisa membedakan perasaan yang sedang emosi dan logika. Jangan sampai menuruti keinginan untuk menyakiti seseorang. Schwartz juga mengingatkan bahwa terkadang lelucon memang menyakitkan, tetapi tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan tindak kekerasan. “Berapa nyawa yang telah hilang atau mengakibatkan orang-orang mendekam di penjara selama puluhan tahun karena emosi mereka mengendalikan mereka? Terkadang kehilangan kontrol selama beberapa menit bisa benar-benar menghancurkan hidup seseorang,” jelas Schwartz.
Dark Jokes dan Humor
Sebelum kita membahas tentang dark jokes, kita akan memulai dengan pertanyaan “apa sih humor itu?”. Menurut seorang tokoh dalam dunia psikologi, khususnya psikoanalisa, yaitu Sigmund Freud, humor merupakan mekanisme pertahanan diri individu dari perasaan atau situasi tidak menyenangkan sehingga perlu dilepaskan. Contohnya ketika kita ingin mencela atau menghujat seseorang, tapi jika dilakukan secara terang-terangan akan dianggap melanggar norma, jadi cara melakukannya adalah dengan melibatkan humor dan tawa. Berdasarkan hal tersebut, jangan merasa heran jika humor sering dijadikan alat untuk memperdaya norma sebagai pelepasan suatu hal yang ditutupi.
Teori lainnya adalah pembalikan atau reversal theory. Maksudnya adalah membalikkan sesuatu yang tidak menyenangkan menjadi menyenangkan.
Humor adalah bagian dari hidup manusia, namun humor memiliki beragam jenis, sehingga tidak bisa digeneralisir begitu saja. Contohnya perbedaan humor antara introvert dan ekstrovert. Individu dengan kepribadian introvert cenderung menyukai humor intelektual seperti permainan kata. Individu dengan kepribadian ekstrovert cenderung menyukai humor yang eksplisit dan agresif. Yang dapat kita lakukan adalah dengan mengamati fenomena humor yang beragam ini.
Lalu, apa yang dimaksud dengan dark jokes?
Dark jokes memiliki beberapa pengertian, secara bahasa, dark adalah gelap, dan jokes adalah komedi/lelucon, jadi dark jokes adalah komedi gelap. Dark jokes adalah gaya komedi yang membawa isu berat atau sensitif ke dalam konteks humor. Beberapa komedian atau penggiat medsos, mengartikan dark jokes sebagai gaya komedi yang membahas hal-hal yang dianggap tabu atau sensitif di dalam masyarakat melalui kacamata humor. Dalam pengertian ini, dark jokes seringkali membawa isu-isu seperti isu rasial, sejarah kelam, etnis, agama, dan lain-lain.
Seperti yang sudah dijelaskan, dark jokes sudah dibawakan oleh para komedian sejak dulu, contohnya Warkop DKI yang membahas marga-marga suku Batak.
Dark jokes merupakan jenis komedi yang digunakan oleh beberapa orang untuk terlepas dari norma masyarakat agar bisa menyinggung atau menertawakan fenomena yang ada dalam masyarakat. Untuk membawakan dark jokes, kita harus memperhatikan moral agar cara penyampaiannya bekerja dan tidak mengarah kepada kekerasan verbal maupun non-verbal.
Apakah dark jokes cocok jika dibawakan di Indonesia?
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dark jokes sebenarnya sudah lama sampai di telinga masyarakat Indonesia, namun masih terasa baru karena sebelumnya belum ada yang mempopulerkan istilah dark jokes ini. Menurut kami, dark jokes sebenarnya cocok atau boleh dibawakan oleh seseorang. Namun, tetap harus memperhatikan cara penyampaian dan moral yang berlaku di Indonesia. Akan tetapi, biarpun sudah memperhatikan kedua hal tersebut, pasti akan tetap saja ada yang memberikan respon negatif. Biasanya dikarenakan selera humor yang berbeda atau karena tidak memperhatikan sepenuhnya konteks yang dibahas dalam komedi tersebut.Dark jokes akan cocok di Indonesia, jika yang menyampaikan mengerti bagaimana caranya menyampaikan sebuah komedi, dan yang mendengarkan komedi tersebut mampu mengkritisi komedi tersebut dengan memperhatikan konteks yang dibicarakan.
Penulis: Gesit Waskito Wicaksono & Zahra Khairani Yudhanti
Editor: Galuh Nurfairuz
Daftar Pustaka
Alodokter. 2020. https://www.alodokter.com/alopecia-areata. Diakses tanggal 7 April 2022.
Arif, B, 2020. https://bumipsikologi.com/dark-jokes-dalam-pandangan-psikologi/. Diakses tanggal 8 April 2022
Kurnia, T. 2022. https://www.liputan6.com/global/read/4924032/will-smith-menampar-chris-rock-ahli-psikologi-bahaya-bertindak-tanpa-berpikir. Diakses tanggal 7 April 2022.
Marhendri, D. 2022. https://www.merdeka.com/jateng/kini-jadi-viral-ini-kronologi-will-smith-tampar-chris-rock-di-oscar-2022.html. Diakses tanggal 7 April 2022.
Saptoyo, R.D.A. 2022. https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/03/30/194500482/belajar-dari-kasus-will-smith–roasting-riffing-dan-batasan-dalam. Diakses tanggal 7 April 2022.
Sugiharto, B. 2014. https://journal.unpar.ac.id/index.php/ECF/article/view/2003/1856. Diakses tanggal 8 April 2022