Kasus tewasnya Gilang Endi Saputra, mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) saat mengikuti Diksar Resimen Mahasiswa (Menwa) sudah berlangsung sejak 24 Oktober 2022. Namun, hingga saat ini kasus tersebut belum mendapatkan titik terang mengenai tindak lanjut dari pihak universitas. Dugaan adanya kekerasaan terhadap korban membuat kasus ini masih dikawal oleh Aliansi Justice For Gilang hingga saat ini.
Pada hari Selasa, tanggal 8 Maret 2022, Aliansi Justice For Gilang mengadakan press conference untuk memberikan tanggapan terhadap fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Dalam persidangan yang berlangsung pada bulan Februari kemarin, didatangkan pihak saksi dari panitia, peserta, ahli forensik, dan juga petinggi kampus. Beberapa pengakuan atau pembelaan dari mereka kemudian ditanggapi di dalam forum oleh aliansi mengingat adanya beberapa pernyataan yang dilansir mengandung kejanggalan.
Pernyataan komandan Menwa yang mengaku tidak tahu menahu akan hal detail dalam acara dan tidak tahu akan kekerasan yang dilakukan oleh panitia menimbulkan keraguan dari aliansi. Pasalnya, sebagai seorang “komandan”, sudah sepatutnya untuk mengetahui hal-hal apa saja yang berlangsung dalam kelompok yang dikomandani serta mengawasi dan memimpin rekan-rekannya.
Selain itu, aliansi menyayangkan pihak petinggi kampus dan pembina Menwa yang tidak mengetahui tentang SOP dari kegiatan diklatsar Menwa. Bahkan, dari pengakuan pembina Menwa yang tidak pernah diminta untuk menandatangani kegiatan apapun termasuk kegiatan diklat kemarin, terungkap adanya pemalsuan tanda tangan yang dilakukan oleh pihak penyelenggara. Hal ini menunjukkan bahwa pihak kampus tidak memperhatikan kegiatan-kegiatan mahasiswa dan tidak tahu tentang SOP diklatsar Menwa, sehingga dapat terjadi kelalaian yang merenggut nyawa korban.
Pada tanggal 22 Januari, Humas Menwa menyatakan seluruh kegiatan diklatsar tidak memiliki SOP dan ada beberapa hukuman fisik. Diketahui pula korban GE diperlakukan secara tidak pantas. Korban mendapat kekerasan baik secara fisik dan juga psikis. Korban ditendang, dikata-katai kata yang tidak pantas, dan diolok-olok. Hasil ahli forensik pun menunjukkan bahwa korban mati lemas karena terdapat luka tumpul di kepala, dada, dan punggung. Hal ini membuktikan adanya kekerasan yang memang dilakukan pada korban.
Aliansi juga menyayangkan pihak kampus yang tidak mengindahkan tuntutan dan hanya peduli dengan branding. Tuntutan dari jaksa penuntut umum sendiri adalah 7 tahun penjara apabila terbukti. Selain itu, pihak UNS juga belum memberikan hasil tindak lanjut dari audiensi yang dilakukan dengan LBH, pihak keluarga, pihak aliansi, dan pihak UNS pada 30 Desember kemarin. Padahal, kesepakatan dihasilkan bahwa pihak UNS akan memberikan hasil tindak lanjut paling lambat pada 10 Januari 2022.
Dalam forum yang sama kemarin, didatangkan pula pihak dari keluarga korban yaitu Putri. Ia menyampaikan beberapa hal termasuk adanya kejanggalan yang terlihat dari pihak pembina Korps Mahasiswa Siaga Batalyon 905 Jagal Abilawa. Pihak pembina yang awalnya adalah Prof. Asri dan Budi Siswanto, setelah kejadian meninggalnya korban diganti dengan Budi Siswanto dan Solihin. Hal yang menambah kejanggalan adalah Solihin sebenarnya tidak boleh merangkap jabatan.
Aliansi di dalam forum pun menyoroti tentang kekerasan di Menwa yang sudah berlangsung sejak dulu. Beberapa nyawa juga sudah terenggut karena mengikuti kegiatan Menwa ini, hanya saja berita tidak terlalu mengekspos hal tersebut. Aliansi meminta rektorat untuk melakukan evaluasi mendalam dan mengoptimalkan tim evaluasi. Mengingat bahwa UNS dulu meminta ormawa untuk deklarasi anti kekerasan, maka kasus yang terjadi di Menwa ini cukup menjadi tamparan keras bagi rektorat untuk bersikap tegas membubarkan Menwa.
Sebagai penutup, pihak Aliansi Justice for Gilang memberikan ultimatum kepada pihak Rektorat Universitas Sebelas Maret dan mendesak untuk segera dilaksanakannya sikap kesepahaman. Tiga poin ultimatum tersebut adalah sebagai berikut:
- Rektorat UNS bersikap tegas dan transparan terhadap segala bentuk tindak pidana serta informasi terkait meninggalnya Gilang Endi Saputra dan memberikan keadilan untuk keluarga beserta korban;
- Rektorat UNS dan Korps Mahasiswa Siaga Batalyon 905 Jagal Abilawa untuk bertanggung jawab atas meninggalnya Gilang Endi Saputra pasca mengikuti pendidikan dan latihan dasar Pra Gladi Patria 36 tahun 2021; dan
- Rektorat UNS untuk meninjau ulang relevansi adanya Korps Mahasiswa Siaga (KMS) Batalyon 905 Jagal Abilawa serta akan membubarkan Korps Mahasiswa Siaga Batalyon 905 Jagal Abilawa jika terbukti melanggar Peraturan Rektor No. 26 Tahun 2020.
Mengenai ultimatum tersebut, pihak rektorat UNS diberi waktu maksimal 5×24 jam untuk memahami sikap kesepahaman.
Dari konferensi pers kemarin, semakin besar harapan agar semoga pihak kampus dapat menindak tegas Menwa dan memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya. Semoga hal ini bisa menjadi suatu pelajaran bagi semua pihak untuk tidak mengesampingkan kemanusiaan dalam bertindak di segala hal. (Lolya/Gesit)