Archetype 3.0: Psikologi, Seni, dan Apresiasi

Pameran seni psikologi dalam rangkaian acara Archetype 3.0 (LPM Erythro/Laras)

Solo, Kabar ErythroA Real Action of Mental Health with Psychology Euphoria (Archetype) 3.0 berlangsung dari hari Jumat (11/10) hingga Minggu (13/10) di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT). Ketiga kalinya diselenggarakan, Archetype merupakan acara tahunan mahasiswa program studi psikologi Universitas Sebelas Maret (UNS) dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Dunia yang jatuh setiap tanggal 10 Oktober. Mengangkat tema “UPreciation: Endless Possibilities”, rangkaian acara Archetype tahun ini meliputi pameran seni psikologi, workshop psikologi, dan seminar.

Opening ceremony Archetype 3.0 dilaksanakan Jumat (11/10) pukul 13.30 WIB dan dilanjutkan dengan open gate pameran. Malamnya, terdapat UPreciation Night yang menampilkan berbagai penampilan seperti tari saman oleh Psikosamantik, musik oleh SCARTA, teater oleh Teater Id, dan lain sebagainya. Selain pameran seni psikologi, terdapat pula workshop psikologi dengan tema “Heal Note: Write Your Feeling!” dan “Personal Branding Hack: Be the Real You!” pada Sabtu (12/10) serta seminar dengan tema “Financial Fitness: Make Your Wallet in Shape” pada Minggu (13/10).

Pameran Seni Psikologi

Archetype mulai mengadakan pameran seni psikologi sejak tahun 2018, setelah sebelumnya mengadakan berbagai perlombaan olahraga dan seni. Pameran ini menampilkan berbagai karya seni dari masyarakat yang dikumpulkan melalui open submission dengan tema yang telah ditentukan. Karya seni tersebut berupa karya dua dimensi maupun tiga dimensi. Merupakan pameran seni psikologi pertama yang diadakan di Indonesia, Archetype pun cukup mengundang tanya terkait alasan di balik pemilihan pameran sebagai rangkaian acara utama.

Ketua Archetype 3.0, Araz Arza, menjelaskan bahwa diadakannya pameran seni psikologi ini berangkat dari misi untuk menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya kesehatan mental serta mengedukasi masyarakat secara luas terkait gambaran tentang ilmu psikologi yang dikemas secara berbeda.

“Kita dari Archetype berinovasi supaya gimana caranya orang belajar dari psikologi, tapi juga bisa menikmati itu. Nah, muncullah ide untuk bikin pameran seni psikologi. Kita berangkat dari narasi ke narasi tentang ilmu psikologi, tapi dibingkai dengan karya-karya. Kenapa harus seni? Karena seni itu bisa diterima oleh semua masyarakat dari berbagai kalangan,” jelas Araz.

Salah satu karya di pameran (LPM Erythro/Itsna)

Urgensi Apresiasi

Mengusung tema “UPreciation: Endless Possibilities”, Archetype 3.0 menekankan pentingnya apresiasi dalam kehidupan sehari-hari. Pemilihan tema ini berawal dari keresahan Apreciata, tim penyelenggara Archetype 3.0, lantaran melihat banyak orang yang masih menghujat proses berkarya atau hasil karya orang lain. “Banyak banget orang yang masih ngebully,” ungkap Araz. “Nah, kita ingin menggalakkan semangat bahwa ayo kita apresiasi mereka semua, ayo kita saling mengapresiasi, seperti itu.”

Hal yang tidak kalah penting dari mengapresiasi orang lain adalah mengapresiasi diri sendiri. Araz menjelaskan bahwa sebelum mengapresiasi orang lain, hal pertama yang harus dilakukan ialah mengapresiasi diri sendiri terlebih dahulu. Caranya yaitu dengan mengembangkan potensi yang masing-masing miliki, karena pada dasarnya setiap manusia unik dan memiliki potensi yang unik pula.

Makanya kita harus bisa mengembangkan [potensi] itu dan [dari mengembangkan] potensi-potensi itu nanti output-nya kita bisa mengapresiasi diri kita dan nantinya kita bisa mengapresiasi karya-karya orang lain,” kata Araz.

Antusiasme dari Berbagai Kalangan

Melebihi target, antuasiasme masyarakat terlihat dari jumlah pengunjung pameran yang mencapai dua ratus pengunjung dalam satu hari. Selain mahasiswa dan anak muda yang memang merupakan sasaran utama Archetype, masyarakat dari kalangan umum pun turut mengunjungi pameran.

“Aku emang dari dulu suka sama sastra maupun seni, apalagi ini digabungin sama psikologi. Bagus banget tuh psikologi, sastra, dan seni dijadiin pameran. Soalnya kalo di Semarang itu belum ada, baru ada pameran-pameran biasa,” ungkap Sukma, salah satu pengunjung dari Semarang. (ITSNA/LARAS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *